Rombongan pelajar Indonesia yang mengikuti kompetisi bagi peneliti muda pra perguruan tinggi tingkat internasional yang bernama Intel-International Science Engineering Fair (Intel-ISEF) tiba di Bandara Soekarno Hatta, Senin (19/5) sekitar pukul 07.00 WIB.
Mereka disambut oleh Direktur Pembinaan SMA, Harris Iskandar Phd, Kasubdit Kelembagaan Peserta Didik, Suharlan SH, MM, serta beberapa staf dari Kemdikbud.
Dalam Intel-ISEF 2014 ini pelajar Indonesia meraih Grand Award for 3rd Place dan Special Award dengan hadiah uang sejumlah 10 ribu dollar Amerika dari US Global Development Lab. USAID lewat karya berjudul Green Refigerant Box yang ditulis oleh Muhtaza Aziziya Syafiq (16) dan Anjani Rahma Putri (17) dari SMA Negeri 2 Sekayu, Banyuasin, Sumatera Selatan.
“Kami meneliti kulkas tanpa freon dan listrik, sebab di daerah kami listrik terbatas. Sementara potensi sayur dan buah-buahannya cukup bagus, kalau tidak disimpan didalam lemari pendingin sayang sekali. Pengganti freon kami gunakan etanhol yang mudah didapat oleh masyarakat,†papar Aziziya.
Green Refigerant Box buatan mereka mampu menurunkan suhu dari 28 derajat celcius ke suhu 5,5 derajat celcius. Penelitian ini mereka lakukan selama setahun di laboratorium SMA Negeri 2 Sekayu. Mereka berharap dengan temuan ini, bisa membantu warga di Banyuasin khususnya dan masyarakat lebih luas pada umumnya.
Abu Amar, pendamping tim Indonesia di Intel-ISEF sempat mengalami kekhawatiran pada awal penjurian. “Penilaian di awal sempat disampaikan penelitian ini ada beberapa kekurangan. Kami deg-degan saat melengkapi kekurangan tersebut, apakah dapat diterima juri atau tidak. Alhamdulillah, perbaikan yang kami lakukan bisa diterima dan bahkan mendapat spesial award dan medali perunggu.â€
Dua penghargaan yang di raih pelajar Indonesia di Intel-ISEF ini dinilai Harris Iskandar sebagai sebuah perkembangan positif. Apalagi, ini adalah kali pertama Kemdikbud mengirimkan tim untuk Intel-ISEF. “Masa depan pendidikan Indonesia cerah. Untuk mereka yang berprestasi kami menyiapkan beasiswa unggulan. Mereka bisa sekolah di luar dan dalam negeri dan dibiayai oleh pemerintah. Untuk hasil karyanya kami akan bekerjasama dengan Kumham untuk dipatenkan. Selain itu kami juga menunggu dari pelaku industri untuk dikomersialkan. Sebab, kita tidak bisa berhenti di dunia pendidikan saja, tapi perlu dijemput oleh industri untuk mass productionnya. Ini yang selama ini masih kurang,†ujar Harris Iskandar. (teks & foto : Bismar)
Penulis |
 :  |
|
Editor |
 :  |
|
Dilihat |
 :  |
268 kali |