Keseruan mewarnai hari kedua penyelenggaraan Singapore-Indonesia Students Leaders Adventure Camp (SISLAC). Diawali dengan kegiatan outbound dan cooking class yang diselenggarakan di Griya Persada Hotel, Yogyakarta, selanjutnya para peserta diajak mengunjungi SMA Negeri 1 Yogyakarta untuk mengikuti serangkaian kegiatan menarik lainnya.
Sembilan puluh peserta kegiatan SISLAC asal Indonesia dan Singapura dibagi menjadi sepuluh kelompok yang kemudian bergiliran mengikuti berbagai aktivitas berupa permainan tradisional dan juga belajar memainkan gamelan, alat musik tradisional Indonesia. Berbagai permainan yang mereka lakukan mendorong peserta untuk belajar bekerja sama dan menghargai orang lain. Dalam bermain bakiak, misalnya, siswa dituntut untuk bisa bekerja sama menyelaraskan langkah agar dapat bersama-sama bergerak maju. Permainan ini menjadi seru ketika langkah mereka tidak sinkron sehingga harus diulang kembali agar bergerak selaras sesuai aba-aba.
Permainan egrang juga tidak kalah menariknya bagi para peserta. Dalam permainan ini, ada unsur trust atau kepercayaan yang dibangun. Ketika seorang peserta mencoba memakai egrang, tentunya ia harus mempercayai temannya yang berusaha membantu dengan menopang egrang tersebut. Tanpa adanya kepercayaan tentu tidak akan ada keberanian untuk menjalankan permainan yang belum pernah dicobanya itu.
Ketika ditanya apakah peserta asal Singapura mengenal permainan congklak atau dakon di negaranya, sebagian mengatakan tahu, sementara sebagian lainnya mengatakan tidak pernah mengenal permainan tersebut. Ini tentunya tidak mengherankan, mengingat pada zaman moderen ini permainan-permainan tradisional semakin tergerus seiring perkembangan teknologi dengan berbagai permainan digital.
Wong Shui Ming dari Kementerian Pendidikan Singapura yang ikut hadir mendampingi delegasi Singapura mengungkapkan, kerja sama kedua negara dalam menjalankan SISLAC ini sudah berlangsung lama sehingga sudah terbentuk sebuah komunitas. Karenanya, dalam penyusunan program juga bukan hanya dilakukan oleh satu negara sementara negara lain hanya sebagai partisipan saja, melainkan kedua belah pihak mendiskusikannya bersama-sama. “Setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta akan kembali ke sekolah masing-masing dan berbagi pengalaman serta pengetahuan dengan teman-teman dan masyarakat sekitar mereka,†demikian Wong mengungkapkan.
Peserta dari Singapura sangat terkesan dengan sambutan yang diberikan oleh teman-teman dari Indonesia. Chai Hao Yuan dari River Valley High School mengungkapkan, “Sangat terharu dengan sambutan teman-teman dari Indonesia ketika kami datang. Mereka menyambut kami dengan hangat.†Sementara Belle Tay terkesan dengan keseruan kegiatan yang diikutinya selama dua hari pertama, termasuk berlatih bermain gamelan yang akan mereka tampilkan dalam acara penutupan.
Bagi peserta asal Indonesia, merupakan suatu pengalaman tersendiri dapat berinteraksi dengan teman-teman dari Singapura. Mereka belajar saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada. Dari kegiatan inilah diharapkan tercapai harmonisasi budaya, solidaritas dan kolaborasi.
Teks : Lina
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | |
Dilihat |  :  | 271 kali |
Materi pemahaman akan semangat kebhinekaan perdamaian dan non diskriminasi dalam Pembinaan Kerohanian tingkat SMA 2019