Penyediaan pendidikan berkualitas di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar mutlak membutuhkan intervensi pemerintah pusat. Namun, pemerintah daerah harus mau berbagi peran.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa adalah misi pemerintahan saat ini. James Mondow, Staf Ahli Mendikbud Hubungan Pusat dan Daerah, menegaskan hal ini di hadapan peserta Diseminasi Program SMA tahun 2018 Tahap 2 yang diselenggarakan di Sentul, Bogor (19/2).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menjawab misi ini melalui Rembuknas Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2018 yang menetapkan fokus kebijakan pada empat hal. Pertama kemudahan jangkauan masyarakat dalam layanan pendidikan dan kebudayaan (akses layanan). Kedua, penyediaan dan persebaran kompetensi sumber daya pendidikan dan kebudayaan (guru dan pengawas). Ketiga, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kebudayaan yang memadai termasuk SMA. Keempat, implementasi pembinaan dan pengawasan yang menjangkau daerah 3T.
Menurut James, konsep membangun dari pinggiran harus dipahami sebagai sebuah kebijakan untuk menghapus ketimpangan pembangunan antarwilayah. Timur dan Barat, Jawa dan luar Jawa, serta kota dan desa. “Jadi pembangunan itu kita dorong agar tidak menumpuk hanya di beberapa wilayah saja, tetapi harus disebar ke daerah-daerah pingiran yang membutuhkan,†terang James.
Untuk mewujudkan misi ini, pemerintah setidaknya memokuskan pembangunan pada tiga hal. Pertama yang dimaksud daerah pinggiran adalah daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3 T). Adapun yang dimaksud daerah Tertinggal adalah 122 kabupatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2015. Desa-desa tertinggal juga termasuk dalam kategori ini.Kemudian, daerah Terdepan, adalah daerah perbatasan yang menjadi kawasan strategis nasional, dan daerah Terluar merupakan daerah pulau-pulau terluar. Berangkat dari pemahaman inilah, pembangunan diprioritaskan di daerah-daerah tersebut.
Kedua, kebijakan membangun dari pinggiran pada rencana kerja pemerintah tahun 2018 fokus pada vokasi dan guru. Untuk itu, urusan yang berkaitan dengan guru-guru yang bertugas di daerah pinggiran harus mendapat perhatian, khususnya dari provinsi. Dengan memokuskan pada dua hal ini, maka hak-hak dasar setiap warga negara yang tinggal di daerah 3 T dapat terlayani.
Fokus ketiga bagaimana membiayai pendidikan di daerah 3T. Harus disadari bahwa daerah-daerah khusus ini mutlak harus mendapatkan sentuhan dari pemerintah pusat. Namun harus pula disadari, pendidikan tidak dapat diurus sendiri, maka tanggungjawab ini dibagi dengan pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Dalam hal ini, pemerintah provinsi harus terus didorong agar mengambil tanggungjawab dalam memberikan perhatian pada daerah 3 T.
“Selain harus berbagi peran, juga harus berbagi pembiayaan. Pendidikan adalah urusan bersama, pemerintah pusat tidak bisa sendirian,†ujarnya.
Melalui pembagian peran dan pembiayaan, layanan pendidikan berkualitas yang adil dan merata dapat diwujudkan hingga ke pinggiran negeri. “Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar adalah wajah depan Indonesia yang harus diperbaiki dan didorong kemajuannya. Ini merupakan wujud kehadiran negara yang melindungi segenap warganya,†tandasnya.
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | |
Dilihat |  :  | 2256 kali |