#
Direktorat Sekolah Menengah Atas
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi

UPAYA MEMBANGUN BUDAYA ANTI KEKERASAN DI SMA NEGERI 17 MAKASSAR

#

Di bulan Mei, tepatnya setiap tanggal 4 Mei diperingati sebagai Hari Anti Perundungan Internasional. Perundungan menurut kbbi.kemdikbud.go.id adalah perbuatan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis, dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik berulang kali dan dari waktu ke waktu. Perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan berupa perbuatan tidak menyenangkan yang berdampak negatif untuk banyak pihak, tidak hanya bagi korban. Perundungan dan kekerasan lainnya bisa terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan pendidikan seperti sekolah (satuan pendidikan).

Perundungan serta bentuk kekerasan lainnya menjadi isu dalam kehidupan lokal bahkan global. Tentu sangat disayangkan bahwa kita masih menemukan berita mengenai terjadinya kekerasan lainnya di dunia pendidikan. Kekhawatiran akan dampak kekerasan terhadap perkembangan peserta didik, maka pendidikan karakter perlu menjadi bagian dari proses pembelajaran. Upaya penguatan terhadap anti kekerasan di lingkungan pendidikan terus dilakukan oleh Kemendikbudristek dalam berbagai bentuk seperti kebijakan, regulasi, sosialisasi, dan program lainnya. Salah satu bentuknya adalah regulasi terbaru berupa Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Aturan di dalamnya juga memuat hal terkait pembentukan tim atau satuan tugas pencegahan dan penangan kekerasan di lingkup satuan pendidikan juga pemerintah daerah. Implementasi dari aturan ini membutuhkan partisipasi dan kolaborasi tataran grassroot yang kuat.

Pada awal bulan Mei, Tim Direktorat SMA berkesempatan mengunjungi Kota Makassar Sulawesi Selatan. Khusus di SMA Negeri 17 Makassar yang merupakan asal sekolah salah seorang Duta SMA 2023, tim mengangkat tema anti kekerasan. Kemudian di lokasi tim melakukan penggalian informasi mengenai implementasi anti kekerasan sesuai amanat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tersebut. Untuk melengkapi gambaran pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di tingkat SMA di Sulawesi Selatan, tim juga melakukan diskusi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Kepala Bidang SMA yakni Bapak Muhammad Nur Kusumajaya.

Jumlah satuan pendidikan tingkat SMA baik negeri maupun swasta di provinsi Sulawesi Selatan adalah 619 sekolah yang tersebar di 3 kota dan 21 kabupaten. Dari 619 satuan pendidikan tersebut, 40 di antaranya merupakan SMA Penggerak. Sedangkan jumlah SMA yang sudah membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) terdata sebagai berikut:

Jumlah Pembentukan TPPK Status Satuan Pendidikan :

  • SMA Negeri 338 338 SMA sudah membentuk TPPK (100%)
  • SMA Swasta 281 225 SMA sudah membentuk TPPK (80.07%)
  • 56 SMA belum membentuk TPPK (19.93%)
  • Jumlah 619 Pembentukan TPPK di SMA provinsi Sulawesi Selatan mencapai 90.95%

Data satuan pendidikan yang telah membentuk TPPK di berbagai daerah lainnya dapat dipantau melalui dashboard pada tautan https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk. Sesuai dengan data tersebut, SMA Negeri 17 Makassar telah membentuk TPPK untuk lingkup satuan pendidikan. Kepala SMA Negeri 17 Makassar yakni Bapak Abu Hanafi menunjuk Ibu Satriani Anwar yang merupakan guru Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai ketua TPPK melalui surat keputusan resmi (SK). Pembentukan TPPK di SMA Negeri 17 Makassar adalah bentuk respons satuan pendidikan terhadap aturan yang dikeluarkan Kemendikbudristek dan arahan dari Dinas Pendidikan Provinsi yang menaungi SMA.

Gambaran Umum SMA Negeri 17 Makassar SMA Negeri 17 Makassar didirikan pada tahun 1993, beralamat di Jalan Sunu Nomor 11 Suwangga – Tallo, Kota Makassar. Keseharian di satuan pendidikan ini menerapkan budaya 5S atau Salam, Sapa, Senyum, Sopan, dan Santun. Sebuah pembiasaan untuk membentuk karakter peserta didik dan warga sekolah. Baik kepala sekolah, guru, maupun pihak dinas pendidikan menyebutkan bahwa SMA Negeri 17 Makassar sejak dulu adalah sekolah favorit. Namun sejak mengikuti aturan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB), maka peserta didik di SMA 17 Makassar mayoritas berasal dari radius zona sekitar sekolah, dengan karakteristik masyarakat yang tidak seheterogen sebelumnya. Khusus untuk peserta didik kelas X, pihak sekolah melaksanakan sekolah berasrama (boarding), dan setelah naik ke kelas XI maka peserta didik akan berangkat sekolah dari rumah, dengan waktu belajar (intrakurikuler) sebanyak 5 hari (Senin sampai Jumat).

SMA Negeri 17 Makassar belum termasuk sekolah penggerak, namun sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka sejak tahun ajaran 2023/2024 untuk kelas X. Kepala SMA Negeri 17 Makassar juga menyatakan bahwa tidak ada guru di sekolahnya yang menjadi guru penggerak. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat guru-guru untuk mempelajari Kurikulum Merdeka beserta hal-hal terkait di dalamnya. Guru-guru SMA Negeri 17 Makassar mendapatkan banyak pengimbasan dari sekolah penggerak di wilayah sekitar serta mengikuti beragam Komunitas Belajar yang tersedia. Maka proses penguatan kompetensi bagi guru maupun tenaga kependidikan di SMA Negeri 17 Makassar tetap terlaksana untuk memberikan layanan pendidikan dan pembelajaran secara optimal.

Pembentukan TPPK di SMA Negeri 17 Makassar memang atas arahan pemerintah dengan landasan regulasi yang kuat. Tapi pada dasarnya kepala sekolah dan guru sangat mendukung pelaksanaan PPKSP, karena sikap dan perilaku anti kekerasan sudah menjadi kebutuhan dalam pendidikan. Peraturan terbaru merupakan penguatan dari proses pembudayaan anti kekerasan demi mewujudkan iklim satuan pendidikan yang kondusif (aman dan nyaman) untuk belajar. Melalui wawancara dengan wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, guru BK, dan koordinator P5, didapatkan informasi mengenai hal-hal terkait anti kekerasan di SMA Negeri 17 Makassar.

Karakteristik peserta didik di sekolah ini secara umum sama dengan remaja lainnya. Peserta didik berada pada fase perkembangan untuk bersiap menjadi orang dewasa dengan berbagai perubahan fisik dan psikologis yang dialami. Menghadapi peserta didik usia remaja tentu saja memiliki tantangan tersendiri bagi guru dan orang tua. Salah satu pendekatan yang dilakukan dalam mendidik pelajar remaja SMA adalah dengan memberikan tanggung jawab dan peran seperti orang dewasa. Di SMA Negeri 17 Makassar, saat istirahat siang pelajar muslim mengikuti solat berjamaah dan mereka secara bergantian mengisi materi ceramah untuk jamaah. Sekolah membuat penjadwalan, sedangkan substansi materi ceramah ditentukan oleh peserta didik yang akan berceramah. Peserta didik beragama lain juga rutin melakukan pertemuan keagamaan. Penanaman nilai anti kekerasan dapat dilakukan melalui pendekatan agama. Materi pembahasan tentang perundungan, toleransi dan diskriminasi, hingga kekerasan seksual bersifat universal, tidak terbatas pada agama tertentu.

Guru-guru memberikan contoh langsung penerapan slogan 5S dan kedisiplinan. Hal ini secara tidak langsung juga mengajarkan nilai anti kekerasan. Contohnya: menerapkan disiplin waktu (tidak terlambat) dan berseragam bagi seluruh warga sekolah tanpa pandang bulu adalah upaya menekan kesenjangan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan. Para siswa menyatakan bahwa proses pendisiplinan akan lebih berhasil apabila melihat contoh dari orang dewasa seperti guru dan orang tua (ada role model). Sebelum dibentuk TPPK, guru BK di SMA Negeri 17 Makassar sudah melakukan proses preventif anti kekerasan seperti membuka layanan konsultasi kesiswaan serta melakukan pembimbingan klasikal untuk materi anti kekerasan. Apabila ada kasus kesiswaan tertentu, guru BK akan terlibat dalam pendampingan yang bersifat korektif. Namun pada akhirnya proses preventif BK tidak berlangsung dengan baik karena kurangnya jumlah guru BK di sekolah, sehingga pemberian layanan konsultasi tidak berjalan ideal. Proses bimbingan dan konseling pun bersifat kasuistik (situasional), meskipun pemantauan implementasi anti kekerasan di lingkungan sekolah terus dilakukan. Melalui hasil tanya jawab, diketahui bahwa SMA Negeri 17 Makassar juga pernah menghadapi masalah perundungan. Penyelesaian masalah masih dapat dilakukan dengan musyawarah secara kekeluargaan dengan pihak orang tua, sehingga solusinya adalah siswa yang terlibat perundungan dipindahkan, bukan dikeluarkan atau putus sekolah. Permasalahan lain yang terkadang terjadi adalah kesalahpahaman akibat postingan di media sosial peserta didik. Penanganan kekerasan di lingkungan sekolah haruslah tepat dan bijak untuk meminimalisir dampak negatif.

Dukungan Pemerintah Daerah: Komunikasi Menjadi Kunci Keberhasilan Kolaborasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Pendidikannya menyatakan pentingnya pembangunan daerah melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah setempat sangat memperhatikan jumlah lulusan SMA/SMK yang masuk perguruan tinggi, dan terus berupaya mencegah kenaikan angka putus sekolah. Dinas Pendidikan menyambut baik PPKSP dan pembentukan tim serta satuan tugas anti kekerasan di satuan pendidikan dan juga daerah. Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan tentu saja berpengaruh pada kualitas pendidikan serta berpeluang meningkatkan angka putus sekolah. Dukungan lain ditunjukkan pemerintah daerah dengan memberikan penghargaan bidang pendidikan untuk daerah dengan prestasi tertentu seperti meluluskan paling banyak siswa ke perguruan tinggi negeri.

Dari pemberitaan, kita mengetahui masih terjadi kasus-kasus pernikahan anak (di bawah 18 tahun) usia sekolah termasuk di daerah Sulawesi Selatan. Pernikahan anak terjadi tak hanya karena kondisi sosial ekonomi melainkan juga karena budaya. Pernikahan anak dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan, karena mencederai hak anak untuk berkembang dan tidak sesuai dengan aturan dan perundang-undangan. Permasalahan ini terkadang menyebabkan terjadinya putus sekolah. Dinas Pendidikan tidak tinggal diam. Sosialisasi dilakukan ke daerah dengan menggandeng unsur lain seperti Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan.

Regulasi dan arahan dari pemerintah pusat mengenai anti kekerasan di lingkungan pendidikan disambut sangat baik oleh pemerintah Sulawesi Selatan. Karena membangun iklim lingkungan pendidikan yang kondusif adalah upaya kolaboratif. Implementasi dari sebuah kebijakan di ranah pelaksana akan berjalan dengan baik apabila dikomunikasikan dengan efektif. Dalam mengomunikasikan masalah implementasi anti kekerasan di satuan pendidikan, pola komunikasi tidak harus selalu top down dari pemerintah ke sekolah. Komunikasi perlu dilakukan secara kombinasi baik top down maupun bottom up, di mana pemerintah (pusat dan daerah) juga mengakomodasi masukan dari sekolah sebagai pelaksana kebijakan.

Membudayakan Anti Kekerasan (Preventif Dan Korektif) Lalu bagaimana proses membangun budaya anti kekerasan di SMA Negeri 17 Makassar? Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan menyatakan dukungan terhadap upaya pelaksanaan anti kekerasan di satuan pendidikan. Pihak sekolah telah menyampaikan aspirasi mengenai perlunya pemetaan dan penambahan jumlah guru BK di sekolah kepada pemerintah daerah. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan upaya preventif, dibandingkan korektif. Dari SMA Negeri 17 Makassar kita mengetahui bahwa pembiasaan dan contoh dari orang dewasa (guru dan orang tua) mengenai anti kekerasan akan berdampak baik kepada peserta didik. Proses membangun budaya anti kekerasan di satuan pendidikan memerlukan waktu, maka sosialisasi serta bimbingan dan konseling harus terus dilakukan. Pemanfaatan teknologi termasuk penggunaan media sosial untuk mengkampanyekan anti kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dapat dilakukan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penggunaan teknologi tidak selalu berdampak negatif, apabila pemanfaatan teknologi dilakukan secara bijak dan tepat.

Sebagaimana disampaikan oleh Bu Guru Nayla selaku koordinator P5, SMA Negeri 17 Makassar memasukkan persoalan anti kekerasan sebagai projek penguatan profil pelajar Pancasila, sebagai bagian dari tema Bhineka Tunggal Ika. Proses membangun budaya anti kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dapat diselaraskan dengan implementasi kurikulum Merdeka, tidak hanya melalui pelaksanaan P5. Sesuai dengan salah satu karakteristik kurikulum Merdeka yakni kolaboratif (termasuk partisipasi orang tua), maka pelibatan peran orang tua dan masyarakat dalam upaya membangun budaya anti kekerasan di dunia pendidikan akan lebih besar peluangnya untuk diwujudkan.

Laman : sma.kemdikbud.go.id
Tiktok: Direktorat SMA
Twitter: @dit_sma
Instagram: Direktorat SMA
Facebook: Direktorat SMA - Kemendikbudristek
Youtube: Direktorat SMA
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id

#MerdekaBelajar
#KurikulumMerdeka

Penulis  :  Rica Yanuarti (Pengembang Teknologi Pembelajaran)
Editor  :  Tim Publikasi Dit.SMA
Dilihat  :  1481 kali


#
13-Nov-2024

Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah Upaya Tingkatkan Mutu Pendidikan Berbasis Kebijakan Zonasi dan Pengangkatan Guru

#
12-Nov-2024

Evaluasi Kebijakan Pendidikan Wapres Minta Solusi untuk Masalah yang Berulang

#
12-Nov-2024

Sinergi Kemendikdasmen dan Pemda Guna Tingkatkan Kualitas dan Pemerataan Pendidikan

#
22-Oct-2024

SMA Negeri 1 Cisarua Bandung Barat Sekolah di Atas Awan dengan Prestasi Student Company Selangit