A. Ekonomi Kreatif
Anak didik memahami wirausaha bukan sebatas teori tetapi juga menjadi penting dalam proses dan ‘doing’. Bidang yang dapat menjadi ruang lingkup pem- bahasan kewirausahaan sejalan dengan bidang pengembangan ekonomi kreatif RI yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan karakteristik siswa SMA yaitu (Daryanto, 2012):
1. Aplikasi dan game developer
Meningkatnya penetrasi pemanfaatan gawai oleh masyarakat tak lepas dari peran aplikasi yang tertanam di dalamnya. Masyarakat sudah fasih menggunakan berbagai jenisbaplikasi digital seperti peta atau navigasi, media sosial, berita, bisnis, musik, penerjemah, permainan dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi tersebut didesain supaya mempermu- dah pengguna dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Maka tak heran jika potensi subse- ktor aplikasi dan pengembang permainan sangat besar.
2 Desain komunikasi visual
Desain Grafis (DKV) punya peran yang sangat penting dalam mendukung pertum- buhan bisnis pengusaha swasta, pemilik merek, dan bahkan kelancaran program-pro- gram pemerintah. Potensi pasar domestik sangat menjanjikan, terutama dengan semakin banyaknya praktisi DKV lokal yang lebih memahami situasi pasar, pengetahuan, dan nilai- nilai lokal.
3. Desain produk
Desain produk merupakan proses membuat sebuah produk yang menggabung- kan unsur fungsi dengan estetika sehingga bermanfaat dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. kecenderungan sub sektor ini sangat positif. Dengan populasi penduduk yang didominasi oleh usia produktif, potensi terbentuknya interaksi antara pelaku indus- tri dan pasar pun sangat besar. Ditambah lagi masyarakat dan pasar sekarang memiliki apresiasi terhadap produk yang berkualitas.
Sub sektor desain produk juga didukung oleh para pelaku industri yang memiliki craftmanshift andal. Para desainer produk mampu menggali dan mengangkat kearifan lokal, kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam, dalam setiap karya-karyanya.
4. Busana
Kecenderungan bisnis busana senantiasa berubah dengan cepat. Dalam hitungan bulan, selalu muncul mode busana baru. Ini tak lepas dari produktivitas para perancang busana lokal yang inovatif merancang baju-baju model baru, dan munculnya generasi muda kreatif yang antusias dengan industri busana/pakaian ini. Masyarakat sebagai pasar pun juga semakin cerdas dan berselera tinggi dalam memilih busana.
5. Film, animasi, dan video
Perfilman Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan yang positif. Para rumah produksi mulai berlomba-lomba menggenjot produktivitasnya menggarap film yang berkualitas dari segi cerita sekaligus menguntungkan secara komersial. Ini tak lepas dari potensi penonton Indonesia yang sangat besar dan bisa mengapresiasi film produk- si lokal secara positif. Sub sektor ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi lebih baik, walapun masih harus menghadapi berbagai tantangan.
6. Fotografi
Perkembangan subsektor fotografi yang cukup pesat tak lepas dari banyaknya generasi muda yang sangat antusias belajar fotografi. Tak sedikit pula dari mereka yang kemudian memutuskan terjun di bidang ini sebagai profesional. Masyarakat pun mem- berikan apresiasi yang positif terhadap dunia fotografi.
7. Kriya
Seni kriya merupakan salah satu sub sektor yang menjadi ciri khas Bangsa Indo- nesia dan sangat dekat dengan industri pariwisata. Dilihat dari materialnya, kriya meliputi segala kerajinan yang berbahan kayu, logam, kulit, kaca, keramik, dan tekstil. Keterse- diaan bahan baku material yang berlimpah dan kreativitas para pelaku industri menjadi faktor utama majunya subsektor ini.
Indonesia memiliki banyak pelaku seni kriya yang kreatif dan piawai dalam berbisnis. Bisnis kriyanya pun beragam. Banyak dari mereka berhasil memasarkan produkn- ya sampai ke pasar luar negeri. Produk-produk kriya Indonesia terkenal dengan ‘buatan tangan’-nya, dan memanfaatkan hal tersebut sebagai nilai tambah sehingga bisa dipasar- kan dengan harga yang lebih tinggi.
8. Kuliner
Sub sektor kuliner memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu 30% dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Industri kuliner mempunyai potensi yang sangat kuat untuk berkembang, oleh karena itu pemerintah akan mendukung sub sektor ini supaya lebih maju.
9. Musik
Musik merupakan industri cukup menjanjikan dalam dunia pentas. Besarnya minat dan antusiasme para musisi muda untuk terjun ke dalam bidang ini menunjukkan bahwa musik punya potensi menjadi industri yang lebih besar. Bekraf optimistis menempatkan musik sebagai salah satu sub sektor yang akan dikelola secara lebih maksimal.
10. Penerbitan
Pasar industri penerbitan memang tidak sebesar sub sektor yang lain, namun industri ini punya potensi yang tak kalah kuat. Banyak penerbitan besar dan kecil yang masih bermunculan meramaikan industri ini. Ditambah lagi perkembangan teknologi yang memungkinkan buku diterbitkan dalam bentuk digital.
Penerbitan turut berperan aktif dalam membangun kekuatan intelektualitas bangsa. Munculnya sastrawan, penulis, peneliti, dan para cendekiawan, tak lepas dari peran in- dustri ini. Walaupun saat ini profesi penulis masih dianggap kurang menjanjikan, banyak para penulis muda yang sangat antusias, silih berganti menerbitkan karya-karyanya.
11. Periklanan,
Periklanan adalah sub sektor ekonomi kreatif yang karyanya memiliki daya sebar paling tinggi. Hal ini tak lepas dari peran sinergi para pemilik modal yang ingin memasar- kan produk dan jasa mereka dengan media yang dimanfaatkan. Sampai saat ini, iklan masih menjadi medium paling efisien untuk memublikasikan produk dan jasa.
Potensi industri ini pun tak perlu diragukan lagi. Pertumbuhan belanja iklan nasional bisa mencapai 5-7% setiap tahunnya. Ditambah lagi, iklan mempunyai soft power berperan dalam membentuk pola konsum- si, pola berpikir, dan pola hidup masyarakat. Oleh karena itu sangat penting apabila sub-sektor ini dikuasai oleh SDM lokal.
12. Seni pertunjukan
Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman seni dan tradisi pertunju- kan, seperti wayang, teater, tari, dan lain se- bagainya. Seni pertunjukan dari masing-mas- ing daerah sudah tersebar secara sporadis ke seluruh wilayah di Indonesia. Banyaknya jumlah seni pertunjukan baik tradisi maupun kontemporer yang selama ini dikreasikan, dikembangkan, dan dipromosikan, telah mendapatkan apresiasi dunia international.
13. Seni Rupa
Industri seni rupa dunia sedang memusatkan perhatiannya ke Asia Tenggara. Indonesia pun tak luput dari perhatian mereka. Di mana Indonesia mempunyai potensi ter- besar baik secara kualitas, kuantitas, pelaku kreatif, produktivitas, dan potensi pasar. Seni rupa Indonesia juga sudah memiliki jaringan yang sangat kuat baik dalam negeri ataupun di luar negeri.
Prinsip pendidikan kewirausahaan pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan adalah karya yang merupakan kerja sama eksositem ABCGM hasil dari kegiatan design thinking dalam salah satu subsektor ekonomi kreatif (Kemdikbud, 2018). Diharapkan dapat menjadi karya kreatif, mempunyai nilai keterjualan; oleh karenanya karya tersebut harus memenu- hi standar pasar, yaitu memenyenangkan pembeli, nilai kemanfaatan, kreatif serta bertanggungjawab terhadap ciptaannya berdasarkan logika matematis maupun pengetahuan estetis.
B. Produk Inovatif dan Rancangan Kewirausahaan
Menurut Suryana (2013:15), kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang. Sementara itu, inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang. Sesuatu yang baru dan berbeda dapat diciptakan oleh wirausahawan, seperti proses, metode, barang, dan jasa. Sesuatu yang baru dan berbeda inilah yang merupakan nilai tambah dan keunggulan. Keunggulan adalah daya saing, dan daya saing adalah peluang untuk meraih sukses (Depdiknas, 2003). Dengan kreativitas, wirausahawan dapat melihat sesuatu yang lama dan berpikir sesuatu yang baru serta berbeda. Dengan demikian, rahasia kewirausahaan sebenarnya terletak pada kreativitas dan inovasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kesuksesan berwirausaha akan tercapai apabila seseorang berpikir kreatif dan inovatif menciptakan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama dengan cara-cara baru (Kemdiknas, 2010).
Namun demikian, nilai kebaruan saja tidaklah cukup untuk mendefinisikan suatu produk kreatif. Agar suatu produk, termasuk barang atau jasa, dikatakan sebagai produk kreatif, maka produk tersebut juga harus mampu menyelesaikan suatu masalah atau memenuhi suatu kebutuhan serta mampu memadukan unsur-unsur yang berbeda secara estetis melalui penyempurnaan berkelanjutan (Hurley and Hult, 1998). Oleh karenanya, dalam pengembangan suatu produk yang kreatif, atau yang disebut juga sebagai inovasi, pemahaman atas masalah calon konsumen menjadi tidak tergantikan. Hal terlihat dalam pendekatan-pendekatan pemecahan masalah secara kreatif mengacu pada Alex Osborn, seperti CPS versi 6.1 (Treffinger & Isaksen, 2005) maupun penerapan kaidah-kaidah desain dalam pengembangan produk baru sebagaimana yang dikenal sebagai model Design Thinking (Brown, 2008).
1. Pengembangan STEAM Kewirausahaan
Kesadaran akan pentingnya keterkaitan bidang pekerjaan dan pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika) telah mulai muncul di kalangan pakar pendidikan di Indonesia, sehingga tema-tema pendidikan STEM telah banyak dikaji dalam konteks Indonesia (Kemendikbud, 2018). Pendekatan STEM dalam pembelajaran berkembang dengan mengintegrasikan beberapa bidang ilmu untuk mempelajari berbagai konsep akademik dan menempatkannya pada relevansi konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran STEM mengelaborasi prinsip-prinsip sains, matematika, rekayasa, dan teknologi, yang menghubungkan antara sekolah, komunitas, pekerjaan, dan dunia global dengan berbasis pada keterampilan dan pemahaman konstekstual siswa melalui beberapa metode pembelajaran.
Sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian tentang fenomena alam yang melibatkan pengamatan dan pengukuran sebagai wahana untuk menjelaskan secara obyektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa mata pelajaran utama dari sains pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA). Teknologi merujuk pada inovasi-inovasi manusia yang digunakan untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga membuat kehidupan lebih nyaman dan lebih aman. Teknologi menjadikan manusia dapat melakukan perjalanan secara cepat, berkomunikasi langsung dengan orang di tempat yang berjauhan, memperoleh makanan sehat, dan alat-alat keselamatan. Rekayasa merupakan pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan mengkonstruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan.
Selanjutnya, matematika berkenaan dengan pola-pola dan hubungan-hubungan, dan menyediakan bahasa untuk teknologi, sains, dan rekayasa. Tujuan Pendidikan STEM menjadi bermakna pada penguatan pendidikan dalam bidang-bidang STEM secara terpisah, dan sekaligus lebih mengembangkan pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknonogi, rekayasa, dan matematika, dengan memfokuskan proses pendidikan pada pemecahan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan STEM memberi pendidik peluang untuk menunjukkan kepada peserta didik betapa konsep, prinsip, dan teknik dari STEM digunakan secara terintegrasi dalam pengem-bangan produk, proses, dan sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, definisi pendidikan STEM diadopsi sebagai pendekatan interdisiplin pada pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis STEM peserta didik menggunakan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika dalam konteks nyata yang menghubungkan sekolah, dunia kerja, dan dunia global guna mengembangkan literasi STEM yang memungkinkan peserta didik mampu bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan.
Identifikasi kriteria dan klasifikasi pembelajaran STEM di tingkat sekolah dan kelas, penting dalam rangka mencari bentukan model pembelajaran yang efektif dalam menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap menyongsong masuknya beragam perubahan sebagai salah satu akibat arus revolusi 4.0. Pendekatan STEM dalam pembelajaran tidak hanya diejawantahkan pada ragam penerapan pembelajaran tanpa mempertimbangkan ketercapaian kompetensi serta penguasaan siswa terhadap konsep dasar tetapi terutama untuk pembiasaan berpikir tingkat tinggi.
2. Model Design Thinking
Model Design thinking adalah metodologi pendekatan disain yang menyajikan pendekatan solusi untuk memecahkan masalah. Hasso Platner Institute Dt’s School Standford menyajikan model Design thinking sebagai berikut (Kelly & Brown, 2018). Proses Design thinking akan lebih efektif untuk dilakukan dalam kelompok dengan keragaman disiplin ilmu dan kecenderungan cara berpikir yang tinggi sehingga menghasilkan pikiran yang utuh. Patut untuk dicatat bahwa kenginan pelanggan adalah kriteria yang lazim untuk dijadikan sebagai pijakan awal dalam pengembangan solusi sebagaimana yang ditunjukkan dalam ruang lingkup desain (lihat Gambar 1). Untuk mengawalinya, proses mengenali selera konsumen merupakan langkah awal dimana pemahaman atas konsumen diperoleh. Selanjutnya, sudut pandang yang digunakan dalam pemecahan masalah serta batasan atas masalah dirumuskan dengan jelas. Kemudian, proses pengumpulan ide menggunakan curah gagasan dilakukan guna mengembangkan berbagai alternatif sudut pandang.
Gambar 1: Ruang Lingkup Desain (Adapted from: Brown, 2018)
Untuk melihat bagaimana gagasan atau solusi potensial tersebut diimplementasikan, membuat purwarupa dan mengujinya memiliki peran yang sangat penting dalam proses perbaikan berkelanjutan. Salah satu bentuk pengujian atas solusi dapat dilakukan dengan meminta calon konsumen menyelesaikan sebuah tugas menggunakan purwarupa tersebut dalam lingkungan nyata untuk melihat berbagai kesulitan yang mungkin dihadapi calon konsumen. Selanjutnya, hasil dari pengujian dijadikan sebagai dasar untuk memutuskan perbaikan yang perlu dilakukan. Apabila kesenjangan yang ditemukan cukup besar dan untuk menutupnya diperlukan wawasan lebih banyak, proses Design Thinking memungkinkan kita untuk melakukan kembali langkah-langkah yang telah dilewati. Tahapan mana yang harus diulangi bergantung pada besar dan jenis kesenjangan yang ditemukan.
Dalam setiap tahap, pengembangan produk kreatif (inovasi) senantiasa berangkat dari pemahaman dan pendefinisian masalah konsumen atau pengguna. Bahkan, pendekatan-pendekatan tersebut dipicu sebagai akibat timbulnya masalah-masalah yang belum terdefinisikan dengan baik atau bahkan sangat rumit. Dapat disimpulkan bahwa penyelesaian masalah secara kreatif, termasuk di dalamnya adalah Design Thinking, hadir untuk menjawab kebutuhan para wirausahawan yang umumnya beroperasi dalam kondisi ketidakpastian dengan minimnya pedoman (Ries, 2011).
Sebagai salah satu pendekatan penyelesaian masalah secara kreatif, Design Thinking tampaknya mulai menarik perhatian para akademisi dan praktisi sejak 2007. Hal ini dibuktikan dengan melonjaknya jumlah publikasi ilmiah – dengan total 23 publikasi berbentuk buku, artikel jurnal, dan karya tulis lainnya – yang mengkaji atau menggunakan pendekatan ini dalam kurun waktu 1 tahun (Johansson-Skoldberg, Woodilla, & Cetinkaya, 2013). Kepopuleran Design Thinking, atau sebagian pakar menyebutnya sebagai user-centered design, didukung oleh keberhasilan IDEO, sebagai salah satu perusahaan desain paling berpengaruh di dunia, dalam pengembangan produk baru maupun pengembangan solusi inovatif untuk memecahkan masalah-masalah sosial (Brown, 2010).
Hal ini menunjukkan bahwa Design Thinking cukup fleksibel untuk digunakan dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam bimbingan IDEO, studi juga menunjukkan bahwa Design Thinking telah digunakan secara luas dalam memecahkan masalah-masalah kependidikan ((IDEO, 2011). Dalam perkembangannya, Design Thinking terbukti cukup kompatibel untuk dipadukan dengan pendekatan kontemporer lainnya dalam pengembangan inovasi dalam kewirausahaan seperti Design Sprint (Knapp, 2016), Lean Startup methodology (Mueller & Thoring, 2012), model bisnis seperti Business Model Canvas (Osterwalder & Pigneur, 2010) dan Lean Canvas (Maurya, 2012). Selain karena efektivitasnya, kompatibilitas dan fleksibilitas dari Design Thinking menjadi salah satu alasan dari luasnya penggunaan pendekatan ini.
Proses Design thinking bersifat iterasi, fleksibel dan berfokus pada kerja sama an- tara pengguna dan penghasil produk atau jasa . Titik berat pada bagaimana ide dimun- culkan berdasar pada bagaimana cara berfikir konsumen, cara merasakan dan prilaku pengguna. Langkah Langkah penerapan desigin thinking pada Gambar 2:
Sumber: https://www.interaction-design.org
Gambar 2. Pembaharuan Rancangan dan Workstation
a. Daya Tarik
Langkah awal dalam desain thinking adalah untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat empati terhadap masalah yang dihadapi. Dalam proses ini melibatkan observasi, proses bertanya dan merasakan pengalaman konsumen/objek yang dihadapi . Empati menjadi penting dalam proses ini karena memungkinkan perencana membuat asumsi berdasar kebutuhan user /konsumen. Dalam proses ini informasi dikumpulkan untuk menjadi bahan pada tahap selanjutnya agar menghasilkan pemahaman yang menyeluruh terhadap user/konsumen mengenai kebutuhan dan masalah yang dihadapi dan dapat dipecahkan melalui produk/jasa yang akan dihasilkan
b. Menentukan Masalah
Dalam tahap Define, kita menempatkan informasi yang sudah didapatkan dalam tahap empatise untuk dianalisa sesuai dengan observasi untuk menemukan masalah uta- ma yang dihadapi user/konsumen. Sebagai contoh menuliskan statement dalam define masalah adalah dari kacamata user sbb. Remaja wanita membutuhkan makanan bergizi untuk pertumbuhan. Akan berbeda dengan kita mendefinisikan melalui kacamata pe- rusahaan seperti : perlu meningkatkan penjualan makanan sehat kepada remaja wanita sebesar 5%.
Dalam tahap ini akan membahas tim perencana menemukan ide yang menjadi salah satu solusi permasalahan yang dihadapi konsumen atau user . Dalam tahap ini pun sudah dimulai tahap menuju ideasi dengan menanyakan pertanyaan utama untuk men- cari solusi seperti : bagaimana cara kita memotivasi remaja wanita untuk melakukan sesuatu yang akan memberi keuntungan pada remaja wanita dan pe- rusahaan penyedia makanan sehat.
c. Menyimpulkan Gagasan
Dalam tahap ini perencana telah memulai mengeluarkan ide yang berpusat pada kebutuhan konsumen atau user. Panduan utama bagi perencana adalah mulai berfikir bebas untuk mengidentifikasi solusi baru yang menjadi pemecahan masalah yang sudah ditemukan di tahap sebelumnya, selain itu juga perencana mulai memakai cara alternatif baru untuk ‘melihat masalah’. Tehnik yang dapat dilaku- kan dalam pengumpulana gagasan seperti curah pendapat, menuliskan pendapat, perkiraan terbu- ruk dan SCAMPER ((Serrat, 2017). SCAMPER merupakan akronim dari S = subtitute , C = combine, A = Adapt, M = magnify, P = Put to Other Uses, E = eliminate R = Rearrange / Reverse. Setiap huruf menggambarkan cara yang berbeda untuk memicu dan menghasilkan ide-ide baru dalam pembelajaran, baik yang terkait dengan tempat, prosedur, alat, orang, ide, atau bahkan suasana psikologis (Suhartono, Chamdani, Susiani, & Salim, 2016). Curah pendapat dan perkiraan terburuk biasanya digunakan untuk menstimulasi cara berfikir bebas dan memperluas pemahaman akan masalah. Sangat penting untuk menemukan sebanyak banyaknya solusi di tahap awal ideasi. Kemudian disusul dengan memilih salah satu atau beberapa ide untuk di uji cobakan sehingga menemukan solusi terbaik yang dibutuhkan konsumen.
d. Purwarupa
Membuat purwarupa dari ide adalah sebagai salah satu jalan untuk menguji coba produk/jasa yang akan dijual. Purwarupa dapat diujicobakan pada orang orang diluar tim perencana. Dalam tahap ini merupakan tahap ekperimental dengan tujuan mencari solusi terbaik untuk setiap masalah yang sudah diidentifikasi.
e. Pengujian
Proses uji coba dapat dilakukan dalam bentuk pemakaian produk atau uji coba berupa prilaku dalam penjualan jasa. Ini merupakan proses ‘iterative’ , dimana hasil uji coba sering digunakan untuk melakukan kembali proses redifine dari masalah untuk me- nemukan kembali apa yang dibutuhkan user/ konsumen, kondisi cara menggunakan, bagaimana user berfikir-merasakan- berprilaku.
f. Rancangan dengan Model Konvas Bisnis
Dalam menghasilkan para wirausahawan baru, selain keterampilan untuk menghasilkan solusi efektif bagi sebuah masalah, dibutuhkan sebuah kerangka berpikir untuk menggambarkan bagaimana sebuah bisnis dapat menciptakan nilai dan menangkap sebagian nilai yang diciptakannya. Model bisnis memudahkan para wirausahawan baru untuk mengembangkan dan mengujicobakan model bisnis baru yang dikembangkannya. Dari sudut pandang ini, model bisnis dapat dipandang sebagai purwarupa dari suatu bisnis yang belum ada atau yang belum jadi. Pada awal pengembangan bisnis baru, model bisnis kerap dipenuhi dengan asumsi-asumsi – atau sering disebut hipotesis – yang belum teruji dan merupakan bagian dari mental model para wirausahawan baru. Adalah tugas dari para wirausahawan baru untuk mengidentifikasi dan menguji kebenaran dari hipotesis-hipotesis yang terdapat di dalam model bisnisnya secara bertahap.
Setidaknya terdapat dua tipe dari model bisnis yang populer digunakan dalam pengembangan bisnis baru adalah Business Model Canvas (BMC) dan Lean Canvas (Maurya, 2012). Secara garis besar, keduanya memiliki cukup banyak kemiripan dengan kelebihannya masing-masing. BMC mampu menggambarkan dengan lebih lengkap tentang bagaimana sebuah bisnis bekerja. Secara garis besar, BMC terdiri atas Sembilan balok pembangun yang dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu penawaran nilai, antar-muka pelanggan, infrastruktur perusahaan, dan aspek finansial. Oleh karenanya, BMC sangat sesuai untuk digunakan sebagai metode operasionalisasi strategi Keterkaitan antara kesembilan balok pembangun BMC adalah seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3 : Keterkaitan antara Komponen Pembangun (Building Block) Business Model Canvas (BMC).
Salah satu hasil modifikasi atas BMC yang cukup popular digunakan dalam pengembangan usaha baru adalah Lean Canvas. Lean Canvas sangat menekankan pada pentingnya pengembangan model bisnis yang berbasis pada penciptaan solusi bagi masalah konsumen secara kreatif. Solusi yang dihasilkan harus mampu diterjemahkan dalam bentuk penaw*aran nilai yang unik dan didukung oleh kepemilikan atas keunggulan bersaing yang sulit diimitasi oleh kompetitor. Dalam Lean Canvas, sekedar menjadi pionir pada sebuah pasar yang baru tidak dapat dipandang sebagai kompetitor. Meskipun demikian, kompetitor dapat dibangun secara bertahap dan tidak selalu harus dimiliki sejak awal pengembangan usaha baru. Lean Canvas juga sangat menekankan pada validasi atas kesesuaian antara masalah dengan solusi dan kesesuaian antara masalah dengan pasar.
a. Masalah
Merupakan proses awal mendeskripsikan masalah yang dirasakan oleh costumer yang perlu dipecahkan. Dalam Design thinking, tahap ini merupakan tahap emphatise, dimana siswa didik belajar berempati atau merasakan masalah masalah yang dihadapi pelanggan (costumer). Tanpa ada masalah costumer maka tidak akan tercipta produk/jasa untuk ditawarkan.
b. Penentuan Konsumen
Masalah dan kelompok konsumen dapat dilihat tersambung satu sama lain. Tanpa menetapkan segmen maka kita tidak akan dapat memetakan masalah yang akan dipecahkan melalui produk/jasa yang ditawarkan
c. Nilai Unik yang ditawarkan
Di bagian tengah canvas adalah value yang ditawarkan kepada costumer. Apa yang diharapkan oleh costumer sehingga ia mau membeli produk atau jasa.
d. Penyelesaian
Menemukan penyelesaian dari permasalahan adalah kunci dari lean can- vas. Membuat survey dari solusi yang ditawarkan pada segmen costumer adalah salah satu cara memvalidasi ide. Cylce dalam lean model adalah: Build – measure -lean cycle seperti layaknya proses test dalam design thinking
e. Saluran/media
Adalah cara untuk meraih costumer melalui media. Pemilihan media dapat dilakukan melalui teknologi digital dan informatika
f. Pengembalian/revenue
Harga dari produk/jasa tergantung pada tipe model. Melakukan strategi penetapan harga untuk produk atau jasa lebih direkomendasikan dalam model ini
g. Struktur pembiayaan
Wirausaha perlu membuat daftar biaya operasional dari bisnis untuk mencapai BEP yang diharapkan
h. Matrik Kunci
Matrik kunci digunakan untuk memonitor kinerja bisnis, dapat menggunakan model Pirate metrics dari Dave McClure (2007).
i. Perkiraan terburuk
Prinsip dasarnya adalah menemukan hal yang tidak dapat di copy atau dibeli, maka perkiraan terburuk bisa berupa informasi, keinginan tim, penguatan dari ahli, pelanggan yang dipunyai.
Junus Simangunsong
Direktorat Sekolah Menengah Atas
junussim@gmail.com
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | |
Dilihat |  :  | 1800 kali |
Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah Upaya Tingkatkan Mutu Pendidikan Berbasis Kebijakan Zonasi dan Pengangkatan Guru
Evaluasi Kebijakan Pendidikan Wapres Minta Solusi untuk Masalah yang Berulang
Sinergi Kemendikdasmen dan Pemda Guna Tingkatkan Kualitas dan Pemerataan Pendidikan