Para guru yang membina siswa peserta FIKSI 2019, selain mendampingi juga berkesempatan untuk mengikuti Workshop Pembelajaran Kreatif di Era Industri. Materi workshop disampaikan oleh pakar-pakar di bidang kewirausahaan diantaranya Andi Yudha Asfandiyar, Wulan Ayodya, dan Iman Sudjudi. Kegiatan ini memberikan pandangan dan cara kepada para guru pembina dalam mengembangkan dan mengapresiasi potensi kewirausahaan siswa yang kreatif dalam era industri digital.
Andi Yudha seorang Graphic Design dan juga Book Author mengatakan bahwa kreatifitas itu di mulai dengan berani mencoba dan berani berbeda dengan yang lain. “Kita harus mulai bergerak sehingga kita bisa merubah anak-anak menjadi lebih baik, ajaklah mereka berfikir out of the box, keluar dari zona nyaman. Dengan berani mencoba membuat orang cenderung lebih percaya diri dan akan mempermudah mencapai kesuksesan. Setelah sukses, rasa percaya diri kita akan semakin meningkat dan menimbulkan keberanian untuk menghasilkan pengalaman-pengalaman positif dalam hidup.†Andi Yudha memberi semangat kepada puluhan guru yang hadir di Ballroom Harris Hotel Ciumbuleuit, Bandung.
Lebih lanjut Andi mengatakan, memecahkan masalah tingkah laku yang aneh pada anak-anak kreatif tidaklah sulit, itu biasa. Hal ini menunjukkan banyaknya ide kreatif pada anak tersebut sehingga bisa menciptakan hal-hal baru. Tugas kita sebagai guru tinggal mengarahkan mereka menjadi jauh lebih baik. “Anak-anak memiliki pengalaman, pertemanan dan komunitas yang merupakan guru kedua mereka, dan hal itu harus dapat dimanfaatkan agar dapat menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Dari pengalaman-pengalaman itulah mungkin ada anak yang bisa segalanya karena ia fokus kepada hal-hal yang lebih dia sukai dan kuasai sehingga hasilnya bisa maksimal.†Jelas Andi.
Iman Sudjudi dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB menambahkan, kreatifitas adalah suatu kemampuan berpikir ataupun melakukan tindakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan sebuah kondisi ataupun permasalahan secara cerdas, berbeda (out of the box), tidak umum, orisinil, serta membawa hasil yang tepat dan bermanfaat dengan memberdayakan kemampuan otak kiri dan otak kanan secara bersamaan dan simultan. “Ketika seseorang mampu mendayagunakan kemampuan dan keahliannya untuk menghasilkan sebuah karya, maka pelakunya disebut inovator. Proses berfikirnya disebut inovatif ketika menghasilkan solusi dan gagasan di luar dari bingkai konservatif. Syarat-syarat berpikir inovatif memiliki elastisitas, produktivitas, orisinalitas, dan sensitivitas yang tinggi. Maka dari itu saya mengajak bapak dan ibu guru untuk melakukan proses ini dalam menciptakan kreatifitas pada anak didik kita,†tambah Iman.
Wulan Ayoedya yang memiliki latar belakang sebagai enterpreneur dengan berbagai macam bisnis yang ditekuninya, mulai berwirausaha sejak duduk di bangku SMP. Penulis lebih dari 20 buku bertema wirausaha ini pernah menerbitkan buku berjudul “siswa juga bisa jadi wirausahaâ€. Dari sinilah kemudian menghantarkannya menjadi dosen kewirausahaan di Universitas Indonesia. Menurut Wulan, mendidik kewirausahaan cukup dengan tiga langkah; pertama mencari gagasan untuk menghasilkan produk lewat ide, kedua menjual, dan ketiga pengelolaan (manajemen).
“Sebaiknya dalam mengajarkan berwirausaha kepada siswa harus disesuaikan dengan hobi agar mereka lebih semangat lagi. Guru harus bisa mengarahkan siswa untuk mendapatkan ide sebuah produk, ide-ide tersebut kemudian diseleksi sebelum dilempar ke pasar. Namun harus dipastikan dulu apakah produk tersebut bisa diterima atau tidak dipasaran, bisa dijual dan menguntungkan tidak?†jelas Wulan.
Banyak orang yang lebih senang belajar wirausaha sambil praktek, jadi membuat suatu produk sambil menjual produk. Namun, lanjut Wulan, harus ada standarisasi produk, membuat contoh (protoype), membuat desain untuk kemasan (packaging). Kemudian uji coba kelayakan jual, jika banyak peminat maka bisa dibuat sebagai produk yang layak jual dipasaran. “Jangan lupa dihitung kelayakan untungnya, menghitung keuntungan dari produk yaitu harga jual dikurangi HPP (Harga Pokok Penjualan) dibagi modal operasi.†Wulan membeberkan cara menghitung keuntungan dari sebuah produk yang dijual.
Cara menjual pun sudah sangat beragam di era industri seperti saat ini. Bisa dilakukan dengan mudah melalui online, multimedia marketing, bussiness account, atau bahkan melalui channel youtube, dengan cara membuat brosur atau video yang menarik. “Jika Bapak dan Ibu melatih siswa melalui tahapan-tahapan yang sudah saya sampaikan tadi, saya yakin akan dapat mengantarkan siswa menjadi wirausaha yang sukses.†Tutup Wulan dalam materi singkatnya.
Ibu Rehulina guru pembina FIKSI dari SMA Unggul Subussalam Aceh mengaku sangat banyak menerima pelajaran yang positif dari workshop ini. "Kami disini diajarkan bagaimana mengarahkan bakat dan minat anak kita sesuai keinginannya. Kita juga diajarkan bagaimana cara menghasilkan sebuah produk untuk kemudian dianggap layak jual itu seperti apa, sangat bermanfaat sekali.†Katanya.
“Kami datang kesini tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, justru ingin menambah banyak wawasan. Acara FIKSI ini sebagai bentuk proses belajar bagi anak-anak kami dalam menimba ilmu dan pengalamannya disini, jadi bagus sekali Kemdikbud menyediakan wadah kewirausahaan seperti ini.†Ujar Ibu Nevrizawati, guru pembimbing dari SMAN 1 Sarolangun Jambi.
Teks : Rinda
Foto : Rinda
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | l0wtun3 |
Dilihat |  :  | 787 kali |
Materi pemahaman akan semangat kebhinekaan perdamaian dan non diskriminasi dalam Pembinaan Kerohanian tingkat SMA 2019