Budaya tradisional masyarat Sunda memukau perhatian para peserta Singapore – Indonesia Student Leaders’ Adventure Camp (SISLAC) 2015. Bertempat di Pendopo Purwakarta pada Senin (9/11), Septiadi Sobar dari Komunitas Celah Celah Langit (CCL) mengenalkan aksara Sunda kepada para peserta dari kedua negara. Mereka seakan menelusuri jejak masa lampau dengan belajar memahami aksara Sunda Ka-Ga-Nga yang telah berinovasi menjadi aksara Ngalagena. Tulisan ini berbentuk serupa kode rahasia yang siap mereka pecahkan.
Setelah mampu membaca aksara ini, mereka kemudian berkesempatan menulis nama mereka masing-masing di sebilah kayu yang dibagikan. Tak butuh waktu lama, beberapa peserta dengan terampil membubuhkan nama mereka di atas kayu tersebut.Dengan mempelajari aksara Sunda, menurut Septiadi, budaya akan lestari dan membuat seseorang menjadi lebih berlaku arif.
“Pada dasarnya mereka ini orang-orang pintar. Akan lebih baik lagi jika ilmu yang mereka dapatkan disempurnakan dengan kearifan, sehingga kesadaran untuk menghargai perbedaan akan semakin tumbuh. Misalnya hidup Indonesia yang adalah tempat keberagaman itu lahir,†ujarnya.
Antusiasme ini juga terlihat dari raut Luluk Regita Handayani. Sebagai siswa yang memang suka dunia bahasa, mempelajari aksara Sunda menjadi tantangan tersendiri. Penggemar aksara Jawa dan Korea ini pun berniat untuk mempelajari aksara Sunda lebih dalam.
“Aksara Sunda ini bagi saya unik. Bentuknya beda. Saya rasa, saya mau belajar lebih lagi tentang aksara ini,†ujar Luluk.
Membentuk Segumpal Tanah Menjadi Wadah
Selain belajar aksara, peserta SISLAC 2015 juga dibawa ke Plered untuk menyaksikan secara langsung pembuatan keramik. Menurut Kepala UPTD Litbang Keramik Plered, keramik dari daerah ini sudah menembus mancanegara.
Bertempat di ruang litbang ini, para peserta dapat membuat keramik secara langsung dari para pengrajin. Meski tangan penuh dengan tanah liat, mereka tak lelah untuk membentuk segumpal tanah menjadi sebuah wadah yang mereka inginkan. Tak hanya membentuk, mereka juga bisa mewarnai langsung keramik-keramik yang telah tersedia dengan warna-warna menarik.
Membuat keramik dan mewarnainya, bagi Serena Wen peserta dari Singapura, adalah pengalaman pertama. “Seperti kita tahu, keramik ini sudah mendunia, sudah dikenal ke beberapa negara. Saya senang dan terkesan bisa membuat keramik secara langsung. Proses membuatnya sangat menyenangkan,†ujarnya penuh tawa.
Dengan kedatangan para peserta SISLAC 2015 dari kedua negara, Bambang berharap, mereka dapat mengenal, menyukai, dan mempromosikan terus keramik Plered ini.
“Kami ingin agar mereka mengenal keramik dengan cara membuat langsung dengan tangan mereka sendiri. Setelah mereka kenal, mereka akan suka, lalu mencintai. Kami berharap, mereka bisa mempromosikan keramik khas Plered ini ke negaranya,†pungkasnya.
Sebagai cinderamata, mereka membawa pulang keramik-keramik yang sudah mereka warnai. Menurut jadwal, setelah kunjungan ke Plered, peserta akan mengunjungi Bendungan Jatiluhur. Namun, karena cuaca tidak memungkinkan, rencana itu dibatalkan. (ynn)
-POTENSI-
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | |
Dilihat |  :  | 270 kali |