Peran pendamping siswa dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2015 tidak bisa dianggap remeh. Mereka memiliki peran signifikan dalam menebarkan virus gemar meneliti kepada siswa. Para pendamping juga senantiasa meniup obor semangat agar tidak redup saat aneka kendala menjumpai.
"Banyak kendala yang kami hadapi. Tapi saya sebagai pendamping selalu memberi semangat kepada siswa bahwa tidak ada penelitian yang bebas hambatan. Selalu ada saja permasalahan yang dihadapi. Justru di situlah seni meneliti. Karena itu saya minta siswa untuk terus bersemangat," kata R Dwi Jati Sajrun S.Pd, pendamping dari SMAN 2 Wates, Kulonprogo, DIY.
Jati, demikian ia akrab disapa menuturkan, sejatinya siswa memiliki potensi dalam meneliti. Guru atau pembimbing hanya menyemangati dan merangsang agar mereka bersemangat dalam meneliti.
Bangun Jejaring
Sebagai upaya mendukung penelitian siswa, ungkap Jati, pihak sekolah membangun jejaring dengan universitas negeri di Yogyakarta seperti Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta. Dengan membangun jejaring ini, jika ada kesulitan baik itu penelitian di laboratorium atau pembimbingan maka siswa bisa berkonsultasi sekaligus melakukan observasi di laboratorium.
"Kami beri pengantar dari sekolah untuk ke kampus-kampus itu. Jika tidak ada uang kami akan menalangi terlebih dahulu. Sering juga orangtua siswa yang memberikan dana. Nantinya uang diganti menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)," ujar Jati seraya menyatakan ada atau tidak ada dana penelitian, siswa harus jalan dulu sembari dicarikan pemecahan masalah pendanaan. Sekolahnya selama dua tahun lalu meraih medali dalam ajang OPSI. Pada 2013 menyabet perunggu dan tahun 2014 memperoleh perak.
Hal yang sama dilakukan pendamping dari SMAN 2 Bengkulu Selatan yakni Herawati M.Pd.Si, Hendi Agustiar M.Pd dan Hikayat Rahmadansyah S.Pd. Mereka menjalin kerja sama dengan kantor lingkungan hidup setempat untuk mendukung penelitian yang diboyong dalam OPSI 2015.
"Dinas pendidikan di tempat kami mendukung penuh upaya anak-anak dalam OPSI 2015 ini. Memang diakui masih ada kendala untuk sarana dan prasarana penelitian. Tapi kami tidak menjadikan hal tersebut sebagai peredup semangat. Justru kami dorong siswa untuk kreatif menyiasati semua kendala yang menghadang," ujar Hikayat diamini Herawati dan Hendi.
Objek Penelitian Beragam
Pendamping dari Dinas Pendidikan Provinsi Papua Leo dan Idris yang turut menyertai siswa dari Merauke mengikuti ajang ini, menuturkan, untuk objek penelitian dari tanah Papua sangat banyak. Namun, kendala sarana prasarana penelitian dan transportasi menjadi persoalan utama.
"Dari Merauke ke Jayapura membutuhkan waktu satu jam perjalanan udara. Dan itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kami berharap agar anak-anak dari Papua ini diperhatikan dan terus didorong meneliti. Soal semangat, tidak perlu diragukan lagi," ujar Leo. Leo berharap ada pembinaan dari pemerintah pusat untuk guru-guru di Papua sehingga mereka bisa membimbing siswa dalam meneliti dan mengikuti ajang OPSI. "Untuk meneliti menggunakan peralatan di laboratorium terkadang siswa terkaget-kaget karena belum pernah melihat alat itu. Nah, bagaimana mereka bisa menggunakan, melihat saja belum pernah. Kami harap hal-hal demikian mendapatkan perhatian pemerintah pusat," ujar Leo.
Herlina Wellang S.Si, M.Pd pembimbing bidang IPA dari SMAN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan mengatakan, perlu kreativitas guru dalam membimbing siswa-siswanya. "Dalam penelitian siswa kami, belum ada alat uji laboratorium yang bisa mendukung. Jadi kami harus pontang-panting mencari laboratorium yang tepat untuk menguji penelitian siswa kami. Jadi memang butuh perjuangan yang tidak mudah," terang Herlina.
Para pendamping siswa tersebut terus mendorong siswa agar tak patah semangat menghadapi aneka rupa kendala. Semua demi satu tujuan, menumbuhsuburkan budaya penelitian di Indonesia.
Teks/Foto Junianto Budi Setyawan/Hono Mustanto
Penulis |  :  | |
Editor |  :  | |
Dilihat |  :  | 185 kali |