Siang itu matahari begitu terik. Peserta Olimpiade Sains Nasional XI/2012 bidang astronomi tampak berkumpul di pelataran depan Fakultas Informatika dan Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, (4/12). Saat itu mereka berkumpul untuk mengikuti sesi latihan observasi.
Sebelum melakukan latihan observasi setiap kelompok terlebih dahulu berkumpul di sana untuk mendapatkan pengarahan juri. Setelah itu peserta yang terdiri dari 84 siswa dibagi menjadi tujuh kelompok. Dan masing-masing kelompok mendapat jatah satu teleskop yang telah disediakan oleh pihak panitia. Latihan observasi ini dilakukan untuk menghadapi sesi observasi pada malam harinya, yang saat itu diadakan pada pukul 19.00 WIB hingga 24.00 WIB.
Dr. Hakim L. Malasan, selaku koordinator juri bidang astronomi menuturkan, untuk standar observasi selalu mengacu standar olimpiade internasional. Lalu kegiatan pengamatan yang baik dengan mata bugil maupun penggunaan instrumen, apakah itu peta bintang maupun teleskop.†Kami sudah menyiapkan soal yang juga menyangkut penggunaan teleskop,†katanya.
Dia menambahkan bahwa, bobot dari olimpiade ini biasanya yang diuji bukan ketrampilan penggunaan teleskopnya, melainkan mengenai pengenalan langitnya, itu yang lebih dititik-beratkan. Teleskop diharapkan tidak menjadi hambatan bagi para peserta, oleh sebab itu setiap olimpiade sebelum lomba didahului latihan bagi mereka.
Menurut Hakim kembali, tahun ini tingkat kesulitannya lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, karena olimpiade dari waktu kewaktu ada perubahan. “Selalu harus dinamis, semakin susah semakin baik, apalagi kita sejak 2004 aktif di bidang astronomi.Tapi sarana prasarana untuk pelaksanaan olimpiade sendiri pada hakekatnya sama, menggunakan teleskop sejak 2007,†tambahnya.
Mengenai skor OSN, dia menerangkan bahwa skor itu disesuaikan dengan statuta internasional. Untuk setiap ronde 100, 50 % teori dan 50 % praktek. Dan ujian praktek itu ada dua yakni analisa data dan observasi, masing-masing 25%, 25%. “Itu sejak 2009 dilaksanakan setelah pelaksanaan IOAA (International Olympiad on Astronomy and Astrophysics) di Iran,†terangnya. Dari situ semua tim leader di seluruh dunia sepakat itu menjadi nilai akhir.
Hal tersebut di atas dimaksudkan agar nantinya para peserta yang terpilih mengikuti ajang tersebut, tidak akan memeroleh kesulitan berarti dalam mengerjakan semua soal yang diberikan, sebab OSN merupakan juga pelatihan dasar untuk mempersiapkan mereka ke ajang olimpiade internasional.
Agnesia Apriliani, salah satu peserta OSN bidang astronomi, asal SMA Negeri 1 Samarinda, Kalimantan Timur, mengatakan masih bingung karena nanti malam bintang-bintangnya akan seperti apa. Kemudian dia mengaku kalau sudah pernah memelajari menggunakan teleskop, walau sekedar saja. Sebelum OSN terlebih dulu dia mengikuti latihan di Bandung selama 6 hari.
Dia merasa senang bisa lolos hingga tingkat nasional, menurutnya “bisa lolos nasional senang banget, gak nyangka gitu,†katanya. Lebih lanjut baginya, yang menjadi kendala saat pemantapan materi, dia merasa soalnya masih kurang, artinya kadang pemahaman pada soal belum cepat tanggap.
Kemudian menurut Reynata Cap, dari SMA Barana, Sulawesi Selatan, dalam observasi dia sedikit mengalami kesulitan menggunakan teleskop yang disediakan panitia, karena teleskop di sini berbeda dengan teleskop yang dipakai buat latihan sehari-hari yang ada di sekolahnya. Jadi harus adaptasi dengan teleskop yang di sini. Sebelum OSN, Reynata menyiapkan diri di antaranya, mengikuti bimbingan OSN, baru latihan soal-soal dari tahun lalu, dan minta bimbingan dari senior-senior.
Ketika ditanya apa kiat-kiatnya? Dia mengatakan, tekun dan percaya diri, yang penting lakukan saja apa yang terbaik. Karena bidang astronomi ini masih jarang, maka berharap kelak mungkin menjadi orang yang bisa ke bulan, menemukan planet atau bintang baru. (bty)
Penulis |
 :  |
|
Editor |
 :  |
|
Dilihat |
 :  |
870 kali |