Tim Olimpiade Matematika Indonesia memeroleh 1 perak, 3 perunggu dan satu honorable mention di International Mathematical Olympiad (IMO) ke-53 yang diselenggarakan pada 4-16 Juli 2012 di Mar del Plata Argentina. IMO pertama kali diselenggarakan tahun 1959 di Rumania. Kala itu peserta IMO berjumlah tujuh negara dari Eropa Timur dan Indonesia pertamakali mengikuti IMO pada tahun 1988 di Canberra, Australia. Selama 24 kali ikut IMO, Indonesia memeroleh 7 medali perak, 27 medali perunggu dan 28 honorable mention.
Tim Indonesia yang berhasil meraih satu perak, tiga perunggu dan satu honorable mention di ajang IMO 2012 ini terdiri Stefanus (SMAK 1 Penabur, Jakarta) medali perak, Tobi Moektijono (SMA IPEKA International Christian School, Jakarta) medali perunggu, Fransisca Susan (SMAK 1 BPK Penabur, Jakarta) medali perunggu, Ahmad Zaky (SMAN 8, Jakarta) medali perunggu, Ivan Adrian Koswara (SMA Bintang Mulia, Bandung) honorable mention, dan Bivan Alzacky Hermanto (SMA Labschool Rawamangun, Jakarta) medali perunggu. Pendamping dalam kegiatan ini Hery Susanto (Universitas Negeri Malang) leader, Yudi Satria (Universitas Indonesia) deputy leader, Alhaji Akbar Bachtiar (Universitas Indonesia) dan Rizal Alfian, S.Kom, M.A (Universitas Gadjah Mada ) Observer.
Lelah dan Cuaca Dingin
Selaku leader, Hery Susanto dari Universitas Negeri Malang menuturkan, bahwa tim Indonesia sesungguhnya mampu memeroleh medali emas. Namun setelah di lapangan ada beberapa kendala umum yang berada di luar dari faktor non akademik, seperti cuaca dingin, mental dan makanan. Di luar itu semua, sistem perlombaan tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, “Jadi lombanya dua hari, tiap hari diberi tiga soal dan harus diselesaikan dalam waktu 4 setengah jam. Hari ke dua juga demikian. Soal-soal tersebut bukan dibuat oleh tuan rumah, negara-negara peserta olimpiade bebas mengusulkan soal yang akan dilombakan, setelah itu soal dipleno jadi semacam divoting, soal-soal yang keluar merupakan soal dari hasil rapat. Itu sebabnya, leader IMO berangkat 4 hari lebih awal, ini dalam rangka rapat-rapat untuk menentukan soal-soal yang akan keluar. Jadi olimpiade matematika obyektif sekali, tuan rumah belum tentu bisa mencuri point. Seperti saat ini, Argentina sebagai tuan rumah hasilnya berada di bawah kita.†Papar Hery.
Menurut Hery, Stefanus sang peraih perak, memiliki kemungkinan besar untuk memeroleh emas, namun karena faktor non akademik, seperti stres atau tekanan psikologis saat menghadapi sekian banyak peserta, di mana siswa yang ikut lomba mencapai hampir 500 orang dari kurang lebih 100 negara, peserta agak grogi. “Event ini cukup besar, mereka testnya satu ruangan dengan peserta lainnya yang rata-rata sangat percaya diri. Anak-anak kita kalau melihat yang percaya diri begitu, nyalinya langsung down. Jadi mungkin ke depan hal-hal yang non akademik itu perlu juga diperhatikan. Mungkin perlu didampingi oleh psikolog, jadi mental-mental untuk juara akan terpupuk. Menurut saya kendalanya adalah factor non akademik. Kalau dari segi soal yang diujikan, saya rasa anak-anak bisa, kalau di IMO kan hanya ada empat bidang, yaitu aljabar, geometri, teori bilangan dan kombinatorika, dan soal-soal itu sudah kami berikan dalam pembinaan. Waktu menyusun soal saya optimis akan memeroleh medali emas, sebab backround soal sudah saya berikan di pembinaan dan anak-anak bisa. Saya merasa ini saatnya untuk memetik emas. Ternyata, faktor non akademik itulah salah satu penyebabnya,†ungkap Hery.
Senada dengan penjelasan Hery, Alhaji Akbar selaku observer mengamati, selain faktor psikologis, soal yang diberikan kali ini lebih sulit dari soal-soal tahun sebelumnya, nilai rata-rata turun semua. Dari segi makanan memang ada yang tidak cocok, namun semuanya bisa diatasi, anak-anak bisa menyesuaikan diri. Dan itu juga diaminkan oleh Yudi Satria. Sebagai deputy leader, menurutnya persiapan peserta IMO Indonesia sudah cukup baik, secara materi mereka sudah siap, tapi ketika di lapangan agak berbeda, dengan prediksi soal yang diberikan seharusnya bisa memeroleh emas, mungkin factor kelelahan dan mental yang menyebabkan mereka kurang maksimal.
Kombinatorik dan Cuaca
Para peserta IMO menggambarkan suasana lomba memang memengaruhi mental dan percaya diri mereka. Padahal, secara teori mereka sanggup mengerjakannya dengan baik. Stefanus selaku peraih medali perak menuturkan kalau ia telah menjawab semua soal dengan kemampuan yang ada. “Di hari pertama saya agak grogi jadi kurang maksimal saat mengerjakan soal, tapi di hari kedua rasa percaya diri saya bangkit kembali, di situ saya dapat mengerjakan soal dengan sempurna. Saya memeroleh 24 point dari total maksimal 42 point. Untuk menapatkan emas harus 28 point, jadi saya kurang 4 point lagi.†Terangnya. Penjelasan Stefanus di-iyakan oleh rekannya Fransiska Susan, menurutnya, memeroleh medali perunggu memang membuatnya kecewa. “Saat itu, setiap hari ada 3 soal yang dilombakan, soal yang pertama gampang, kedua sedang dan ketiga sulit, setiap hari seperti itu. Saya dapat 18 point, jadi masih kurang 10 point untuk mendapatkan emas. Menurut saya soal-soal yang paling susah adalah kombinatorik, selebihnya masalah cuaca dan makanan bisa saya atasi.â€
Zaky yang pernah mempersembahkan dua medali perak di IMO dua yang lalu, kali ini hanya memeroleh medali perunggu. Ia mengaku dari 4 bidang di matematik, ada satu yang ia sukai, nah tahun ini soal-soal itu berbeda, ia menyesal seharusnya tidak boleh meremehkan soal-soal yang ada, akibatnya medali perak terabaikan. Namun sebagai ungkapan rasa gembiranya, ia merasa senang telah bertemu dengan teman-teman dari berbagai negara, “Saya sudah 3 tahun ikut IMO, ketemu dengan teman-teman dari berbagai negara, sangat mengasyikkan,†ujarnya.
Kesulitan dalam mengerjakan soal juga dialami Tobi, siswa yang pernah memeroleh medali perunggu di tahun sebelumnya ini, berada pada nilai antara 14 dan 21, yaitu 18. Ia mengaku kurang teliti di soal nomor 4, jadi kehilangan 3 point. Mungkin karena sedikit tertekan di soal nomor lima, di situ ia agak ‘keteteran’. Selebihnya, buat Tobi makanan yang disuguhkan enak dan ia memuji kerjasama yang dilakukan Kedubes Indonesia di Argentina. “Orang-orang Kedubes sangat membantu kami,†papar peserta yang sudah kali ikut IMO dan ketiga-tiganya memeroleh medali perunggu.
Perak, perunggu maupun honorable mention adalah bukti bahwa siswa-siswa Indonesia di ajang IMO telah memberikan sumbangsih mereka yang terbaik, semoga tahun depan ada perubahan yang menggembirakan dari bidang studi yang bergengsi ini. Selamat buat para peraih medali.
Fanny
Penulis |
 :  |
|
Editor |
 :  |
|
Dilihat |
 :  |
612 kali |